Sabtu, 08 Agustus 2015

"Corruption is the enemy of development, and of good governance. It must be got rid of. Both the government and the people at large must come together to achieve this national objective." - Pratibha Patil


menyoroti salah satu permasalahan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu korupsi, kali ini saya ingin menulis tentang korupsi.

Definisi Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Adapun bahaya dari korupsi itu ialah:
  1. Ancaman bagi kemanan dan kstabilan masyarakat
  2. Merusak  nilai-nilai dan lembaga demokrasi
  3. Merusak nilai-nilai moral dan keadilan
  4. Membahayakan “pembangunan yang berkelanjutan” dan “Rule of Law”
  5. Mengancam stabilitas politik
Prinsip-Prinsip Anti Korupsi

Akuntabilitas
  • Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja
  • Semua lembaga mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.

dan bagaimana cara kita mengukur akuntabilitas pada suatu lembaga/organisasi?
Akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan semua kegiatanEvaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

Transparansi
  • Transparansi merupakan prinsip yang mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik.
  • Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan.
  • Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust). 

Kewajaran

Prinsip fairness ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.

adapun lima langkah penegakan prinsip fairness, yaitu:
  1. Komprehensif dan disiplin yang berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget).
  2. Fleksibilitas yaitu adanya kebijakan tertentu untuk efisiensi dan efektifitas.
  3. Terprediksi yaitu ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money dan menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses perencanaan pembangunan.
  4. Kejujuran yaitu adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran merupakan bagian pokok dari prinsip fairness.
  5. Informatif, yaitu adanya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan. Sifat informatif merupakan ciri khas dari kejujuran. 
Kebijakan Anti-Korupsi
  •  Kebijakan anti korupsi mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat.  
  • Kebijakan anti korupsi tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.

     4 Aspek Kebijakan
  1.  Isi kebijakan: Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi
  2. Pembuat kebijakanKualitas isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
  3. Pelaksana kebijakanKebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan; yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
  4. Kultur kebijakanEksistensi sebuah kebijakan terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. ada 3 Model Kontrol Kebijakan, yaitu:
  1. Partisipasi. Melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya.
  2. Oposisi. Kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak. 
  3. Revolusi. Mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.

 Faktor-faktor penyebab korupsi.

Aspek perilaku individu
Sebab dilakukan korupsi karena dorongan dari dalam diri indidu sendiri. Penyebab munculnya dorongan adalah:
v  Sifat tamak manusia
v  Moral yang kurang kuat menghadapi godaan
v  Penghasilan kurang mencukupi hidup yan wajar
v  Kebutuhan hidup yang mendesak
v  Gaya hidup konsuptif
v  Tidak mau bekerja keras
v  Ajaran-ajaran agama kurang diterapkan secara benar

Aspek Organisasi
Apek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi:
Ø   kurang adanya teladan dari pimpinan,
Ø   tidak adanya kultur organisasi yang benar,
Ø   sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
Ø   manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.

Aspek peraturan perundang-undangan
Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang dapat mencakup:
ü    adanya peraturan perundang-undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan dan sekolompok orang tertentu
ü   kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai,
ü   peraturan kurang disosialisasikan,
ü  sangsi yang terlalu ringan,
ü  penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
ü  lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan.

Aspek pengawasan
Pengawasan yang dilakukan instansi terkait (BPKP, Itwil, Irjen, Bawasda) kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya:
  • adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi,
  • kurangnya profesionalisme pengawas,
  • kurang adanya koordinasi antar pengawas
  • kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri. hal ini sering kali para pengawas tersebut terlibat dalam praktik korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar